Header Ads

Header Ads

Peace Traveller IPMAFA Kunjungi Tempat Ibadah Lintas Agama


Rabu (3/7/2019), 14 mahasiswa IPMAFA dari semua prodi yang tergabung dalam Peace-Santren Community mengunjungi tempat ibadah umat Hindu dan Buddha yang ada di Kota Semarang dengan didampingi oleh Kepala Pusat Studi Peace Promotion, Kamilia Hamidah MA.

Lokasi kunjungan pertama adalah di Vihara Tanah Putih. Peserta disambut oleh Romo Wahyudi selaku salah satu Pandhita yang ada di vihara tersebut. Romo menjelaskan bahwa Buddha memiliki tiga fakta dasar dari semua eksistensi. Yakni anicca (ketidakkekalan), dukkha (ketidakpuasan) dan anattā (bukan-diri). Ketiga eksistensi tersebut dipahami tidak hanya secara logis, tetapi juga harus dengan pengalaman orang itu sendiri. 

“Buddha adalah agama non-theis, bukan atheis. Tuhan itu ada saat kita tidak membicarakannya, tetapi tidak ada saat kita membicarakannya” terangnya. Maksud dari pernyataan Romo tersebut mirip dengan keyakinan yang ada dalam Islam bahwa Allah itu tidak dilahirkan dan melahirkan, jadi mustahil seseorang memikirkan keberadaannya atau eksistensinya.

Setelah itu dilakukan sesi tanya-jawab. Seluruh peserta berfoto bersama dan menyerahkan kenang-kenangan kepada Vihara. Romo Wahyudi sebagai perwakilan Vihara Tanah Putih juga memberikan kenang-kenangan berupa buku “Tiga Dasar Eksistensi – I. Ketidakkekalan (Anicca)” yang tidak diperjual-belikan kepada setiap peserta.

Selanjutnya, peserta mengunjungi Pura Agung Girinatha yang berjarak kurang lebih lima belas menit dari tempat ibadah sebelumnya. Memasuki pura, peserta disambut oleh para penjaga pura dan diampingi olh Bapak I Made Sutapa sebagai perwakilan dari pura.

Made menjelaskan bahwa pura dibagi menjadi tiga tempat. Nista Mandala yang mencakup area luar pura seperti tempat parkir, toilet, warung makan yang ada di depan pura. Kedua, Madya Mandala merupakan tempat untuk berinteraksi sosial yaitu tempat dimana peserta berada saat itu. Kemudian Utama Mandala yakni tempat utama atau tempat suci yang digunakan umat Hindu untuk beribadah. 

Untuk memasuki tempat yang ketiga tersebut tidak boleh sembarangan. “Kita harus memakai ikat atau selendang yang diikatkan di perut kita. Kita juga tidak boleh memikirkan hal yang macam-macam (hanya fokus beribadah), tidak boleh bersedih, tidak boleh menstruasi,” tutur Made saat menjelaskan diantara syarat saat seseorang ingin memasuki Utama Mandala.

Umat Hindu memiliki tiga waktu wajib yang harus dilaksanakan. Hal ini sama seperti umat Islam dalam sholat lima waktu. Yakni pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00. Agama Hindu juga percaya konsep reinkarnasi yang mana manusia akan terus terlahir kembali sebelum karmanya habis dan kembali kepada Sang Pencipta. 

Jadi, manusia akan terus terlahir kembali dengan membawa karma yang dilakukannya pada kehidupannya yang terdahulu. Setelah berdiskui cukup lama, peserta diajak memasuki Utama Mandala sesuai dengan syarat yang sudah dituturkan. Sebelum memasuki Utama Mandala, peserta juga diberikan air suci terlebih dahulu di kepala mereka.

Di sesi terakhir dilaksanakan foto bersama dan penyerahan kenang-kenangan. Sebelum meninggalkan pura, peserta juga diajak untuk ke lantai atas Madya Mandala untuk melihat keindahan Kota Semarang yang memang sering digunakan untuk spot foto oleh masyarakat di sana. Sebelum pulang ke Pati, seluruh peserta mengunjungi Kota Lama untuk sekedar refreshing melihat-lihat pemandangan atau berfoto karena banyak spot foto yang tersedia di kawasan Kota Lama tersebut.