Header Ads

Header Ads

Sekolah Dialog Islam-Khonghucu Untuk Perdamaian


Purwokerto, Sekolah Dialog Islam dan Khonghucu Angkatan II 2017 kembali dilaksanakan dengan sangat menyenangkan di Griya Gusdurian Purwokerto Banyumas (Minggu-Selasa, 26-28/3/2017). Acara ini diselenggarakan oleh King Abdullah bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID) yang bekerjasama dengan beberapa organisasi di Indonesia meliputi Gusdurian Banyumas, Peace Promotion IPMAFA Pati, Gerakan Pemuda Khonghucu (GEMAKU), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Banyumas, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Purwokerto.
Secara umum, tujuan utama dari penyelenggaraan acara ini untuk membangun pemuda-pemuda agen perdamaian yang dapat turut serta menjadi aktor dan dapat berpartisipasi aktif dalam mengelola perdamaian antar iman di komunitasnya masing-masing, khususnya Islam dan Khonghucu.
Sekolah Dialog Islam dan Khonghucu untuk Perdamaian II ini mendapatkan appresiasi luar biasa dari Gusdurian Banyumas. Ibu Alissa Wahid, selaku Koordinator Nasional Gusdurian yang juga putri Presiden Abdurrahman Wahid mendukung penuh kegiatan ini. Koordinator Gusdurian Banyumas dan Gusdurian wilayah Jawa Bagian Tengah Chumaedi Yusuf menyampaikan bahwa Gusdurian sangat senang menjadi tuan rumah acara ini, karena dialog Islam dan Khonghucu adalah event langka, jarang sekali terjadi.
Seirama dengan pernyataan ini, Budi Rohadi, Kepala Bidang Kepemudaan MATAKIN, menyampaikan apresiasinya bahwa kegiatan tersebut dapat menjembatani dan memberi ruang dialog untuk pihak komunitas pemuda Khonghucu. Hal ini mengingat Khonghucu merupakan salah satu kelompok minoritas yang tidak jarang dipandang sebelah mata dari orang-orang non-Khonghucu.
Forum ini diikuti 30 peserta yang terdiri dari mahasiswa/mahasiswi dari beberapa kampus di Jawa seperti Institut Pesantren Mathali’ul Falah Pati, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Sunan Ampel Surabaya, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Universitas Negeri Sebelas Maret Solo, dan beberapa pegiat dialog agama dari berbagai komunitas seperti Komunias Gusdurian Banyumas, Pemuda Jemaat Ahmadiyah Banyumas, dan PAKIAN (Pemuda Agama Khonghucu Indonesia) Purwokerto.
Para peserta ini didampingi oleh tiga fasilitator dari KAICIID Fellows Network yaitu Muhammad Afdillah (UIN Sunan Ampel Surabaya), Kamilia Hamidah (Institut Pesantern Mathali’ul Falah, Pati), dan Suhadi Cholil (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).
Melalui forum tersebut dilakukan interaksi kultural kolaboratif dimana elemen budaya menjadi salah satu pendekatan dalam proses kegiatannya. Peserta diajak berdialog langsung dengan masyarakat Ahmadiyah di Krucil, Banjarnegara dan dengan pemeluk Khonghucu di Kelenteng Hok Tek Bio Purwokerto sehingga mereka bisa memahami kompleksitas yang dihadapi oleh umat Ahmadiyah dan Khonghucu dan mengetahui langsung problematika sosial yang mereka hadapi.
Tidak hanya itu, para peserta juga mendapat pelajaran kaligrafi Mandarin yang dipandu langsung tokoh senior MATAKIN, Usman Arifin, Ketua Badan Usaha Pendukung MATAKIN. Sekolah Dialog Islam dan Khonghucu untuk Perdamaian ini juga diisi oleh Peter Lesmana, Sekretaris Umum MATAKIN dan Bapak Haerus Salim, Koordinator Nasional Gusdurian.

Tidak heran kemudian, peserta merasa mendapat manfaat langsung dari kegiatan ini.  “Sekolah Dialog ini dilakukan untuk menempa mental dalam diri sendiri dan dengan berdialog dengan sesama serta belajar bagaimana pentingnya toleransi sebagai warga Indonesia yang majemuk untuk kemudian diamalkan dan ditularkan kepada orang lain, sebagai wujud pengalaman Pancasila,” inilah yang menjadi motivasi dari Muhammad Ihsanul Amin, siswa SMK Telkom Purwokerto yang juga salah satu peserta utusan dari Gusdurian Banyumas.