Pati, NU Online
Dalam rangka meningkatkan
kapasitas dan potensi mahasiswa sebagai agen perubahan, Pusat Studi
Peace Promotion STAI Mathali'ul Falah (Staimafa) Pati menyelenggarakan
Capacity Building yang dikemas dalam training dan motivasi kepada para
mahasiswa Prodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), Rabu (7/10).
Hal
itu sebagai salah satu bentuk upaya Pusat Studi Peace Promotion yang
bergerak di ranah perdamaian untuk mengoptimalkan potensi dan kapasitas
mahasiswa dalam melakukan pergerakan sosial kemanusian, penegakan HAM,
mewujudkan demokrasi yang utuh, meningkatkan kesadaran multikulturalisme
dan mampu menerapkan resolusi konflik di lingkungannya.
Kegiatan
yang dilakasanakan di auditorium Staimafa ini dibuka dan tutup oleh
Direktur Pusat Studi Peace promotion, Kamilia Hamidah, MA dengan
menghadirkan dua narasumber Faiz Aminuddin MA, Kaprodi PMI dan Ahmad
Izzuddin, dosen Prodi PMI. Capacity Building Training ini di ikuti oleh
mahasiswa PMI semester 3 dan 5.
Ada empat materi yang disajikan
dalam acara tersebut meliputi isu HAM, demokrasi, resolusi konflik dan
multikulturalisme. Teman diangkat mengingat telah banyak terjadi
peristiwa sosial yang merampas hak masyarakat untuk hidup nyaman dan
tentram, seperti pelanggaran HAM dan demokrasi yang dianggap sebagai
sistem negara dan belum mampu diterapkan secara utuh.
“Demokrasi
yang tidak mampu diterapkan secara utuh melahirkan problem sosial
seperti kenakalan remaja, pergaulan bebas, main hakim sendiri,
memprovokasi kelompok tertentu sehingga terjadi diskriminasi kelompok
minoritas dan bahkan sampai memecah belah NKRI. Upaya untuk merespon
masalah tersebut sudah banyak dilakukan oleh sebagian aktivis
perdamaian. Kegiatan-kegiatan sosial kemanusian terus dilakukan sebagai
bentuk melawan perilaku yang dapat menjadikan sistem sosial yang ada
menjadi runtuh,” ujar Faiz.
Sementara isu multikulturalisme dan
resolusi konflik yang dipaparkan oleh bapak Ahmad Izzudin
menitikberatkan pada realitas keberagaman yang ada di tanah air sebagai
suatu keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri, sehingga diperlukan
kearifan dan kedewasaan kolektif untuk bisa mengelola keberagaman
tersebut.
“Kemunculan konflik-konflik dalam masyarakat harus
serta merta mendapatkan respon yang cepat dari semua pihak, dan hal
tersebut membutuhkan pendekatan resolusi konflik yang tepat, sehingga
konflik minor yang muncul dalam masyarakat tidak merebak menjadi konflik
yang meluas dan berakibat pada kerugian yang tidak sedikit,” tutur
Izzudin. (Isyrokh/Fathoni)